Bos Trisula Bicara Akuisisi dan Tekanan Industri Tekstil RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten tekstil PT Trisula International Tbk (TRIS) menganggarkan dana Rp 600 miliar untuk mengakuisisi perusahaan terafiliasi, yakni PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL).Dana tersebut akan diperoleh dari aksi korporasi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau
rights issue.Kendati sudah menyampaikan rencana ini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perseroan akan meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 9 Oktober mendatang dan perkiraan tanggal efektif dari OJK pada 18 November 2019.
"Tinggal meminta persetujuan dari RUPSLB Oktober, sudah lapor OJK. Dana akuisisi kami disiapkan dari rights issue," kata Direktur Utama Trisula, Santoso Widjojo, dalam talkshow di CNBC Indonesia, Selasa (17/9/2019).
Selain rencana akuisisi, beberapa persoalan juga menjadi perhatian Santoso termasuk juga dengan tekanan di industri tekstil.
Berikut wawancara Maria Katarina bersama Santoso Widjojo di Squawk Box, CNBC Indonesia, Selasa (17/9/2019):
Bagaimana industri tekstil tahun ini?
Strateginya bagaimana?
[Laporan keuangan mencatat, pendapatan TRIS di semester I-2019 Rp 459,74 miliar, naik dari periode yang sama tahun 2018 Rp 413,58 miliar. Laba bersih naik menjadi Rp 5,11 miliar dari Rp 3,80 miliar]
Produk impor dan tekanan serta daya saing tekstil kita?
Pasar international memang cukup menghadapi tantangan. Perubahan perilaku pelanggan, dari biasa ke digital mindset dan sebagainya akan bertambah. Namun kita tetap fight dan jeli melihatnya sehingga masih bisa akomodasi. Untuk domestik, kita ada produk buat domestik juga seperti little apparel dengan merek Jackie Clause, lisensi dari AS. Lalu ada lokal produk dengan merek JOBS, ini produk dari kami sendiri. Ini suite terbaik di Tanah Air.
Tantangan digital ini makin kuat,apa yang diterapkan?
Salah satunya cerdik, kenapa? Di market place sudah banyak seperti Gojek, Tokopedia, Zalora, Lazada, Bukalapak, dan Shopee. Kita semua memanfaatkan itu. Salah satunya, kita dengan produk-produk tadi, memanfaatkan own store di market place itu. Namun demikian kami yakin, di samping itu, adalah produk kami bukan mereka [market place]. Kita harus aktif, cari uniknya di mana. Itu yang harus dijalankan sehingga kita punya digital platform.
Target pendapatan, laba, seperti apa?
Tantangan masih cukup berat. Kami punya keyakinan semester kedua bisnis atau iklim bisnis lebih bagus. Target pendapatan Rp 950 miliar sampai akhir tahun dan kenaikan laba 15% sampai akhir tahun.
Kontribusi pendapatan, mana yang lebih digenjot?
Untuk lokal, keunggulan merek kami adalah brand awareness melalui sosial media dan segala macem strategic dan smart way brand Jackie Clause dan JOBS, apapun di market kita harus akomodasi. Apa yang dibuat dan apa yang dijual.
Rencana ekspansi?
Itu mungkin jangka panjang. Sementara pasar Indonesia masih banyak. Populasi 250 juta penduduk dan target market di demografi level medium ke bawah young age. Mereka [pasar usia muda] selain ingin mengekspresikan diri dengan pakaian dan butuh pakaian, ini pasar yang kami bidik.
Alokasi belanja modal atau capex, untuk apa?
Untuk pengembangan ini tidak terlalu banyak. Kami selektif di garmen, membeli beberapa mesin untuk fitur baru. Untuk di ritel kami siapkan sistem yang bagus. Itu sudah kami capai 50% dari total Rp 15 miliar untuk mesin baru.
Strateginya dari sisi produk bagaimana?
Kami seperti strategi menabung. Menuai belakangan. Di semester 1, lebih banyak spending promotion, semester 2 akan mendapatkan hasil lebih bagus, untuk brand awareness. Contoh, ini untuk domestik, ekspor kami bermain suplai ke Marina Bay Sands [hotel di Singapura], kami ke American Airline, ke Airasia, jadi cukup banyak.
Strategi aksi korporasi terkait rights issue?
Produknya [perusahaan] yakni kain, dengan merek Bellini dan Caterini, di luar juga ada uniform, banyak klien ke korporasi dan perusahaan pemerintah. Total dana Rp 600 miliar, jadi kami harus sediakan dana itu untuk akuisisi PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL).
Di dalam negeri, banyak tekanan, save guard, anti dumping, dan lainnya. Bagaimana pandangan TRIS?
Memang beberapa hal tantangan tak terhindarkan, global market dunia. Hal-hal ini harus dipikirkan dari asosiasi [tekstil] dan juga pemerintah dan para pelaku. Semua ini harus bersatu sektor industri tekstil agar efisien. Masing-masing pemain harus tahu keunggulan di mana, harus efisien dan fleksibel. ini semua harus difokuskan.
Apa yang harus dilakukan, khususnya daya saing?
Kalau tekstil Indonesia harus efisien, sehingga produk bisa kompetitif. Sebelum produk harus ada think-thank, desain, corak dan harus difikirkan dan bisa mengakomodasi permintaan pasar. Apa yang diproduksi harus bisa diserap pasar. Kalau itu terjadi, maka kontinuitas bisa tercapai.
Saya kira sangat membantu, misal salah satu pelaku di domestik, dibebankan oleh program seperti sungai bersih. Pabrik kami harus bisa membuat instalasi limbah, itu tak mudah dan perlu investasi. Serbuan produk luar negeri kita harus siap, lalu anti dumping, save guard harus bisa membantu industri tekstil lebih baik. Sangat membantu.
Apakah kemudian tekstil bisa menjadi penyokong, dari sisi pendapatan negara?
Secara umum selama kita masih membutuhkan pakaian, ekspresikan diri, melalui pakaian, demand selalu ada. Oleh karena itu hadapi serbuan produk luar negeri, maka produk dalam negeri harus diperkuat. Pelaku bisnis dan aturan, harus sejalan, pemain dalam negeri harus sadar tak bisa andalkan anti dumping. Kembali lagi skill, itu penting. Skill mindset.
Bagaimana ekspansi di Jateng?
Pada dasarnya kami sedang merencanakan itu. Tahun depan bisa bangun pabrik di Jateng. Kami sedang mencari lokasi tepat sesuai produk. Akses mana yang bagus. karena sebagian ekspor. Kalau itu sudah, maka akhir 2020 sudah mulai start produksi dan akan naik dari 20% menjadi 50%.
Dana awal pertama, internal dan eksternal, yakni total Rp 100-an miliar untuk awal.
(tas)Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bos Trisula Bicara Akuisisi dan Tekanan Industri Tekstil RI"
Post a Comment