Search

Data Devisa Positif Tak Cukup Topang Pasar Obligasi Indonesia

Data Devisa Positif Tak Cukup Topang Pasar Obligasi Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup terkoreksi tipis di penghujung pekan ini. Sentimen positif dari kenaikan data cadangan devisa pemerintah tidak mampu menolong pasar obligasi dari koreksi.

Sentimen negatif yang melanda sore ini adalah ditolaknya keinginan Inggris untuk menegosiasikan lanjutan dari proses Brexit. Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.

Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 1 basis poin (bps) menjadi 7,76%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,29 poin (0,11%) menjadi 259,66 dari posisi kemarin 259,94.

Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 571 bps, menyempit dari posisi kemarin 575 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik 3,6 bps hingga 1,6% dari posisi kemarin 1,56%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.

Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai menghilang sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.011 triliun SBN, atau 38,51% dari total beredar Rp 2.625 triliun berdasarkan data per 4 September.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 117,73 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 1,61 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(irv/irv)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Data Devisa Positif Tak Cukup Topang Pasar Obligasi Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.