Ekspor Nikel Disetop, Penambang Buka Suara dan Curhat ke DPR
Jakarta, CNBC Indonesia -Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) belum berputus asa menyampaikan aspirasi terkait aturan percepatan larangan ekspor bijih nikel.Kali ini, APNI menyampaikan aspirasi kepada DPR.
"Aspirasinya diterima oleh Ketua DPR, dan Bapak Fadel Muhammad (anggota Komisi VII DPR RI)," ujar Sekretaris Jenderal APNI Meidy K Lengkey melalui pesan tertulisnya, Senin (2/9/2019).
Meidy, lagi-lagi menyampaikan, beberapa dampak yang terjadi apabila ekspor bijih nikel dilarang sebelum 2022, yakni adanya potensi kehilangan penerimaan negara kurang lebih sebesar US$ 259,79 juta dari PNBP ekspor bijih nikel.
Kedua, adanya potensi kerugian investasi smelter nasional sebesar US$ 960 juta. Selain itu juga ada potensi kehilangan pekerjaan sebanyak 16.000 karyawan tambang nikel.
Kemudian ada potensi pengusaan pertambangan/IUP oleh asing, dan potensi cadangan sumber daya alam mineral nikel dikuasai asing kurang lebih 3 miliar ton.
Kementerian ESDM memastikan soal berlakunya percepatan larangan ekspor komoditas bijih nikel. Mulai berlaku 1 Januari 2020.
"Kami sudah tanda tangan Permen ESDM mengenai yang intinya penghentian untuk insentif ekspor nikel bagi pembangunan smelter per tanggal 1 Januari 2020," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot di Kementerian ESDM, Senin (2/9/2019).
Bambang pun menegaskan, insentif yang diberikan pemerintah berupa izin ekspor bijih nikel tersebut semestinya bukan dijadikan sumber utama pendapatan perusahaan untuk membangun smelter.
"Dari awal, smelter itu (dibangun) tidak bisa hanya dibiayai oleh hasil ekspor, apalagi untuk yang teknologinya seperti electric furnace dan sebagainya, kalau memang hanya mengandalkan ekspor, ya tidak terbangun itu smelternya," kata Bambang.
(gus)Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ekspor Nikel Disetop, Penambang Buka Suara dan Curhat ke DPR"
Post a Comment