Huftt! Bukan Ceria, Melainkan September Kelabu Buat Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berakhir di zona merah pada penutupan perdagangan kemarin (3/9/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi pemerintah kompak terkoreksi.Kemarin, bursa saham acuan Tanah Air ditutup melemah 0,46% menjadi 6.261,59 poin. Sementara rupiah melemah 0,21% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang akhirnya harus pasrah dibanderol Rp 14.220/US$.
Lalu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 2,6 basis poin ke level 7,359%. Kenaikan yield adalah pertanda harga obligasi sedang turun karena terpapar aksi jual.
Pasar keuangan Indonesia bergerak searah dengan para tetangganya di kawasan Asia. Di pasar saham, indeks Sensex (India) terjun bebas 2,06%, indeks PSEI (Filipina) anjlok 1,44%, indeks SETI (Thailand) turun 0,72%, indeks Hang Seng melemah 0,39% dan indeks Kospi terkoreksi 0,18%.
Sedangkan di pasar valuta asing lebih suram. Hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning melemah di hadapan greenback, hanya tersisa yen Jepang yang masih mampu menguat.
Sentimen yang menghantui pasar keuangan global sejak awal bulan ini belum berubah, yakni ketegangan dagang antara Beijing dan Washington yang masih menjadi kekhawatiran utama pelaku pasar.
Seperti diketahui, babak baru perang dagang AS-China resmi dimulai kembali pada 1 September lalu. Negeri Paman Sam mengenakan bea masuk tambahan sebesar 15% atas produk asal China senilai US$ 125 miliar.
Kemudian Negeri Tiongkok melakukan aksi retaliasi dengan memberlakukan tarif 5-10% atas produk buatan AS senilai US$ 75 miliar, dilansir dari Reuters. Perlu dicatat bahwa saat ini China baru memberlakukan tarif pada sepertiga dari sekitar 5.000 jenis barang importasi asal AS.
Hingga saat ini kedua negara diketahui masih merencanakan babak tarif baru pada 15 Desember mendatang.
Keadaan semakin memanas kala Kementerian Perdagangan China untuk ketiga kalinya kembali menggugat AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Tidak disebutkan rincian dari laporan itu, tetapi China menyatakan kebijakan AS telah mempengaruhi ekspor mereka sebesar US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.
Selain itu, Beijing menegaskan bahwa pengenaan tarif tambahan sebesar 15% pada produk Made in China senilai US$ 125 miliar pada Minggu (1/9/2019) telah melanggar konsensus yang dicapai oleh pemimpin kedua negara saat pertemuan di Osaka, Jepang, akhir Juni lalu.
Washington kemudian menulis surat pembelaan yang menyatakan bahwa China dan AS setuju untuk tidak mengadili masalah tersebut berdasar hukum WTO.
"China telah melakukan tindakan yang unilateral untuk menerapkan kebijakan industri yang agresif kepada para mitra dagangnya untuk secara tidak adil mencuri dan menguasai teknologi. AS menerapkan bea masuk untuk menghapus kebijakan China yang tidak adil dan mengganggu," tegas pembelaan tertulis dari Washington, seperti diberitakan CNBC International.
AS juga menegaskan tindakannya dikecualikan dari aturan WTO karena itu merupakan "langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi moral publik."
AS punya waktu 60 hari untuk menyelesaikan perkara ini, sesuai aturan WTO. Kemudian China bisa meminta keberatan, dan prosesnya bisa memakan waktu hitungan tahun. Namun jika China menang, maka mereka berhak menjatuhkan sanksi perdagangan kepada AS.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) (dwa/dwa)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Huftt! Bukan Ceria, Melainkan September Kelabu Buat Indonesia"
Post a Comment