Goldman Sachs: Harga Nikel Bisa Sentuh US$ 20.000/ton
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga nikel dunia kembali ditutup menguat pada perdagangan kemarin (2/9/2019) setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) secara resmi mengumumkan larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020.Goldman Sachs dalam catatan hari Minggu memprediksi bahwa harga nikel di bursa LME dapat menyentuh level US$ 20.000 dalam 3 bulan ke depan, level yang tidak pernah dilihat sejak Mei 2014, dilansir dari Reuters.
Pelarangan ekspor oleh Indonesia akan menghapus sekitar 10% pasokan nikel dunia dan "menciptakan ketidakpastian pasokan yang substansial," tulis bank investasi tersebut dalam catatannya.
Dalam catatan yang sama juga tertulis bahwa setelah menyentuh level US$ 20.000/ton, harga nikel akan turun ke US$ 18.000/ton dalam enam bulan, dan menuju US$ 16.000/ton dalam 12 bulan ke depan.
Peningkatan harga tersebut berdasarkan asumsi bahwa Indonesia akan sepenuhnya melarang ekspor bijih nikel pada akhir tahun ini. Pasalnya, hingga detik ini belum ada dokumen resmi yang memberitahukan jika terdapat pengecualian dalam larangan tersebut.
Di bursa logam dunia, Kontrak nikel pengiriman November di bursa London Metal Exchange (LME) kemarin bahkan sempat naik 5,3% ke level US$ 18,850/ton yang merupakan level tertinggi hampir dalam 5 tahun terakhir. Meskipun akhirnya ditutup dengan penguatan tipis 0,89% menjadi US$ 18.060/ton.
Sementara itu, Kontrak nikel berjangka yang paling banyak diperdagangkan di bursa Shanghai Futures Exchange, yakni SNIcv1, melesat 6,5% ke level CNY 145.850/ton atau setara US$ 20.563,11/ton yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa, seperti diwartakan Reuters.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan produsen bijih nikel terbesar di dunia yang menyumbang 26% pasokan bijih nikel global tahun lalu, berdasarkan data dari International Nickel Study Group, seperti diwartakan Reuters.
Lebih lanjut, larangan ekspor akan mempengaruhi pasokan bijih nikel ke China yang merupakan konsumen nikel terbesar di dunia.
Salah satu lembaga riset dari asosiasi industri logam di China, Antaike, menuliskan dalam sebuah catatan pada hari Senin (2/9/2019) bahwa pasar nikel global akan mengalami defisit 100.000 ton pada 2020 dikarenakan larangan tersebut, dilansir dari Reuters.
Kepala Riset Ataike Xu Aidong menyampaikan bahwa persediaan bijih nikel di pelabuhan Negeri Tiongkok ada di 13,33 juta ton per akhir Agustus, dimana 2,76 juta ton berasal dari Indonesia dan 10,46 juta ton berasal dari Filipina.
"Mungkin beberapa bijih nikel Filipina dapat menggantikan atau mengimbangi kekurangan tersebut, tetapi tetap tidak dapat memenuhi semua persyaratan bagi perusahaan China karena kadar bijih nikel Filipina lebih rendah dari Indonesia," ujar Xu seperti dilansir dari Reuters.
Pemerintah kemarin secara resmi mengumumkan pelarangan ekspor Nikel. "Kami sudah tanda tangan Permen ESDM mengenai yang intinya penghentian untuk insentif ekspor bijih nikel bagi pembangunan smelter per tanggal 1 Januari 2020," ujar Bambang Gatot, Direktur Jenderal dan Mineral Batu Bara Kementerian ESDM, pada Senin (2/9/2019).
TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Goldman Sachs: Harga Nikel Bisa Sentuh US$ 20.000/ton"
Post a Comment