Harap-Harap Cemas: Bisakah Pasar Keuangan Indonesia Bangkit?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak kurang impresif sepanjang perdagangan hari pertama September. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak bergerak ke selatan. Walau pasar obligasi pemerintah mencatatkan penguatan meskipun terbatas.Pada penutupan perdagangan kemarin (2/9/2019), bursa saham acuan Tanah Air ditutup melemah 0,6% ke level 6.290,546 poin. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan pasar spot dibanderol Rp 14.190/US$ atau terkoreksi 0,07%.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun tipis 2,1 basis poin (bps) menjadi 7,333%. Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.
Baik IHSG maupun rupiah anteng berada di zona merah pada perdagangan kemarin setelah rilis data ekonomi beberapa negara semakin mempertegas dampak negatif dari ekskalasi perang dagang antara AS dan China.
Kemarin, negara-negara yang perekonomiannya cukup bergantung pada ekspor, seperti Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, menunjukkan aktifitas pabrik yang menyusut. Hal ini terlihat dari rilis PMI bulan Agustus versi Markit untuk ketiga negara tersebut yang kompak di bawah 50 poin.
Sebagai informasi, angka PMI di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau memburuknya aktivitas bisnis. Sementara di atas 50 menunjukkan peningkatan aktivitas atau ekspansi.
"Gambaran yang luas untuk ekspor di Benua Asia masih sangat lemah karena dampak dari perang dagang AS-Chia yang terus tereskalasi," ujar Rajiv Biswara, Kepala Ekonom di Asia Pasifik dari HIS Markit, seperti diwartakan Reuters.
Seperti diketahui, pada Minggu (1/9/2019), Negeri Tiongkok juga telah resmi memberlakukan tarif tambahan sekitar 5-10% pada produk Made in USA senilai US$ 75 miliar.
Keputusan tersebut merupakan aksi retaliasi Beijing atas keputusan Washington yang pada hari yang sama telah terlebih dahulu mengenakan bea masuk tambahan sebesar 15% atas produk China senilai US$ 112 miliar.
Uniknya, meski kedua negara resmi mengenakan tarif baru, tapi perundingan dagang tetap akan berlangsung. Hal tersebut ditegaskan Presiden AS Donald Trump yang mengatakan China dan AS memang masih akan melanjutkan dialog pada September, tetapi penambahan bea masuk tetap berlaku
"Kami sudah berbicara dengan pihak China, pertemuan masih terjadwal pada September. Kita lihat saja nanti, tetapi kami tidak bisa membiarkan China mencabik-cabik negara ini lagi," tegas Presiden AS Donald Trump, seperti diberitakan Reuters.
Di lain pihak, dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2019. Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan terjadi inflasi pada Agustus 2019 ini hingga 0,12% secara bulanan, lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang berada di level 0,16% secara bulanan.
Rilis angka inflasi yang berada di bawah ekspektasi mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di level yang relatif rendah.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) (dwa)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harap-Harap Cemas: Bisakah Pasar Keuangan Indonesia Bangkit?"
Post a Comment