Search

Penambang Nikel Sepakat Setop Ekspor, Ini Cerita di Baliknya!

Penambang Nikel Sepakat Setop Ekspor, Ini Cerita di Baliknya!

Jakarta, CNBC Indonesia -Sebanyak 47 perusahaan nikel datang ke Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membicarakan soal larangan ekspor bijih nikel dan penyerapannya di dalam negeri Selasa, (12/11/2019).

Pertemuan ini sangat tertutup, bahkan saat CNBC Indonesia mencoba menunggu di depan ruang rapat tidak ada satupun pengusaha yang mau memberikan keterangan.

Dalam konferensi persnya yang digelar pasca-rapat dengan pengusaha nikel Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan rapat sengaja digelar tertutup karena ingin mengetahui substansinya. Drama larangan ekspor nikel antara penambang dan pengusaha smelter akhirnya mendapat titik temu.


Setelah berdiskusi alot, menurut Bahlil, kedua pihak sepakat akan berhenti ekspor per 1 Januari 2020 dan nikel akan dibeli dengan harga maksimal kisaran harga maksimal US$ 30 per ton dan harga minimal US$ 27 per ton dengan kadar di bawah 1,7%.

"Tertutup karena ingin mengetahui subtansi, ada 37 yang mendapatkan izin membangun smelter, 47 yang hadir. Teman-teman yang telah mendapatkan izin ekspor yang ore-nya terverifikasi, kami berikan kesempatan untuk menyelesaikan (ekspor)," ungkapnya di Kantor BKPM.

Dalam pertemuan tersebut menurutnya terjadi kesepakatan, antara pemilik smelter dengan penambang tidak saling menekan. Dalam artian sudah terjalin kesepakatan harga dan smelter mau menyerap dengan harga tersebut.

Lebih lanjut, Bahlil menerangkan dari 37 perusahaan yang membangun smelter yang artinya boleh ekspor, 9 di antaranya sudah boleh kembali ekspor, dan 2 sisanya masih dievaluasi. Sehingga sisanya 26 perusahaan akan diserap dalam negeri. "Dua sisanya saya putusakan malam ini. Sebagai kesadaran sayang negara jauh lebih penting apalagi harganya (nikel) nggak jauh beda. Sisanya 26 perusahaan saya anggap hanya mau diserap dalam negeri karena belum kasih konfirmasi ke saya," jelasnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan para penambang menguras habis sumber nikelnya dan melakukan ekspor besar-besaran. Menurut Luhut saat ini ekspor bijih nikel per bulan mencapai 100-130 kapal dari biasanya hanya 30 kapal per bulan, sehingga larangan ekspor sementara ini dibuat. Terkait hal ini Bahlil memastikan dalam sebulan tidak akan lebih dari 30 kapal yang ekspor.

"Saya pastikan perbulan 30 kapal, BKPM mediasi kurang lebih 2 juta per bulan diterima smelter maksimal US$ 30 dolar bisa ke bawah dikit," imbuhnya.

Dengan penetapan harga ini, Bahlil memastikan tidak akan ada perubahan harga sampai ketentuan penetapan larangan ekspor 1 Januari 2020 mendatang. "Sampai 31 Desember 2019 harga fluktuatif nggak ngaruh," terangnya.

Menjelang pelarangan ekspor nikel, diduga ada terjadi jual beli kuota ekspor sempat ada kabar terjadi kuota jual beli. Terkait hal ini Bahlil enggan berkomentar karena mengaku tidak tahu. "Nggak tahu," ucapnya singkat.

Sekertaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidi Katrin Lengkey mengatakan sisa kuota ekspor sampai akhir tahun sekitar 10 juta ton. Dirinya berharap smelter bisa menyerap sampai akhir tahun. "Lonjakan ini bagaimana menyelesaiakan kuota. Bagaimana menyelesaikan kuota yang tadinya satu tahun jadi 3 bulan," terangnya. 

[Gambas:Video CNBC]

(gus)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Penambang Nikel Sepakat Setop Ekspor, Ini Cerita di Baliknya!"

Post a Comment

Powered by Blogger.